Lanjut ke konten

Safir

6 Januari, 2009

Pertanyaan yang sering dilontarkan oleh abg-abg labil, atau abg-abg sok labil, atau abg-abg labil sok filosofis seperti saya, adalah “Apa itu cinta?”

Banyak definisi yang bermunculan. Mulai dari cinta monyet, cinta jerapah, cinta laura (mencintai Laura), cinta cinta laura (mencintai Cinta Laura), Chinta Lawrah (mencintai pak lurah yang ngomongnya kayak Cinta Laura), telah banyak teori yang berusaha memasukkan konsep cinta dalam logika manusia. Ada yang bilang pacaran itu cinta, ada yang bilang menikah itu cinta, ada yang bilang hubungan kita dengan Ibu adalah cinta. Ada juga yang mengadakan acara pada tanggal 14 Februari, dengan cinta sebagai tema mereka, dan mengatakan bahwa cinta itu universal.

Saya juga nggak tahu jawabannya apa. Belakangan ini, malahan saya diprotes karena hati dan otak itu nggak bisa disatuin, kayak air dan minyak. Tapi kalau pake sabun kan air dan minyak bisa nyatu? Tapi kalau cinta itu nggak logis, kenapa cinta bisa eksis, dan kenapa manusia bisa mengaku cinta?

Cinta adalah sebuah konsep yang abstrak, atau nama wanita, atau nama waria, atau nama pria yang bernama Cinta.

Definisi cinta favorit saya, yang baru saya baca juga dari buku yang saya pinjam dari teman saya, A Cat in My Eyes oleh Fahd Djibran:

Cinta adalah jawaban, Zira, bukan pertanyaan.

Berarti, terserah kita, cinta itu apa. Apakah cinta berubah seiring dengan bertambah dewasanya kita atau nggak, apakah cinta itu kekal atau tidak abadi, apakah cinta dapat membunuhku, mungkin semuanya valid.

Cinta, menurut saya, membuat manusia bahagia. Berapa film yang diputar di bioskop, di dvd, di layar tancap, di projektor dari dvd bajakan, yang happy ending-nya bersangkut paut dengan cinta? Banyak. Berapa sinetron yang menggunakan tema cinta? Terlalu banyak.

Mungkin pada akhirnya, saya yang mengatakan bahwa cinta itu terlalu pasaran, bahwa pada akhirnya cinta itu basi, bahwa sebenarnya hidup bisa tanpa cinta.

Tapi teman-teman saya banyak yang pacaran, dan mereka bahagia. Iya, mungkin pacaran adalah sesuatu yang dangkal, tapi kebahagiaan, menurut saya, tidak.

Apa lagi dua sahabat kamis saya. Dua pasangan orang yang sama-sama jago menulis. Dua pasangan orang-orang yang sangat beruntung, dan sangat berbakat.

Dan saya termenung sendiri di pojok ruangan, menjomblo. Tenggelam dalam kesibukan, cuek dalam kesendirian. Dan saya menikmati kejombloan saya.

Saya takut pada cinta. Saya takut cinta akan datang, pergi, dan meninggalkan luka di saya, dan orang lain.

Mungkin saya nggak salah, mungkin sendiri itu nggak apa-apa.

Lalu pada suatu hari, probabilitas menemukan saya pada seseorang.

Seseorang yang baik hati, menarik, dan mengagumkan.

Kami berbincang tentang banyak hal. Tentang dia, tentang saya, tentang dunia.

Saya bahagia, dalam sense yang berbeda. Saya namakan itu cinta.

Saya berkontradiksi, tapi saya menyerah pada tren bahwa kontradiksi itu wajar, penting malahan.

Tapi dia harus pergi ke seberang lautan. Kami takkan saling memandang dalam waktu yang lama.

Apa yang akan terjadi dalam waktu selama itu, saya tidak tahu. Dia tidak tahu. Kamu tidak tahu.

Tapi mungkin saya tidak usah peduli.

Karena dia datang, saya bahagia. Karena dia pergi, saya sedih.

Tapi, karena dia ada, aku ingin bahagia.

6 Komentar leave one →
  1. 6 Januari, 2009 21.30

    jangan didefinisikan. rasakan.

  2. 6 Januari, 2009 21.49

    *merasakan*

  3. 8 Januari, 2009 7.14

    ini saatnya pake hati!

  4. 8 Januari, 2009 21.15

    yap.
    cinta itu bkn sbuah deskripsi

  5. ofal permalink
    6 April, 2009 15.56

    i like it..!

  6. 4 Juni, 2009 23.08

    cinta itu saling memberi dan menerima wekeke…

Tinggalkan komentar